LAPORAN PRAKTIKUM PERLINDUNGAN TANAMAN
BAB
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pertanian memiliki
peran yang sangat strategis dalam menopang perekonomian suatu negara. Indonesia
merupakan negara agraris dengan mayoritas penduduknya bekerja dibidang
pertanian. Bidang pertanian turut menyumbang devisa negara, yaitu dengan adanya
perdagangan yang terjadi dengan negara lain. Sektor pertanian merupakan bidang
kehidupan yang paling utama menjadi sandaran hidup bagi sebagian besar penduduk
Indonesia dan mendapat prioritas utama dalam pembangunan yang bertujuan
memperbaiki tata kehidupan perekonomian yang mampu mendorong peningkatan taraf
hidup masyarakat. Faktor yang menjadi kendala dalam budidaya pertanian salah
satunya adalah adanya serangan OPT (Organisme Pengganggu Tanaman) yang
berdampak 75 % terhadap hasil pertanian. Berbagai cara dilakukan oleh petani
untuk mencegah serangan OPT yang menimbulkan kerugian secara kualitas dan
kuantitas. Dewasa ini, banyak petani yang menggunakan pestisida kimia dalam
mengendalikan OPT. Kebanyakan dari petani memilih pestisida kimia karena
pestisida kimia ampuh membunuh hama. Namun, banyak dampak negatif yang
ditimbulkan akibat penggunaan pestisida kimia.
Pengendalian hayati
merupakan salah satu dari konsep
pengendalian hama terpadu (PHT) dengan pemanfaatan musuh alami sebagai
agen hayati dalam mengendalikan hama dan penyakit perlu dikedepankan dalam
menekan penggunaan pestisida kimia yang berlebihan. Agen
hayati merupakan bagian dari
suatu ekosistem yang sangat penting peranannya dalam mengatur keseimbangan
ekosistem tersebut. Secara alamiah, agen hayati merupakan komponen utama dalam
pengendalian alami yang dapat mempertahankan semua organisme pada ekosistem
tersebut berada dalam keadaan seimbang.Musuh alami serangga hama umumnya berupa
Arthropoda dari jenis serangga dan laba-laba, serta dapat digolongkan menjadi
predator dan parasitoid. Predator adalah binatang yang memangsa binatang lain,
sedangkan parasitoid adalah binatang yang pada fase pradewasanya hidup dengan
menjadi parasit pada binatang lain sedangkan pada fase dewasanya hidup bebas.
Oleh karena itulah, pengendalian
hayati perlu dikembangkan guna menjaga ekosistem lingkungan. Hal ini juga
mempunyai pengaruh besar terhadap keberadaan musuh alami yang sangat penting dalam pengendalian populasi serangga
hama, sehingga konservasi musuh alami di lahan pertanian menjadi hal penting
untuk dilakukan. Konservasi dan pemberdayaan musuh alami dapat menjadi
alternatif pengendalian hama yang ramah lingkungan, dibandingkan dengan
pengendalian hama secara kimia menggunakan pestisida yang selama ini dilakukan
yang ternyata membawa dampak negatif bagi lingkungan pertanian dan kesehatan
manusia.
1.2 Tujuan
1. Mengetahui
teknik pengendalian hayati pada organisme pengganggu tanaman.
2. Mengetahui
interaksi antara musuh alami dengan hama yang menyerang tanaman.
BAB
2. TINJAUAN PUSTAKA
Kubis (Brassica oleracea L.) merupakan salah
satu sayuran penting di Indonesia dan banyak diusahakan serta dikonsumsi
masyarakat, karena sayuran tersebut dikenal sebagai sumber vitamin (A, B dan
C), mineral, karbohidrat, protein dan lemak yang amat berguna bagi kesehatan. Kebutuhan
akan sayuran yang semakin meningkat maka produksi kubis perlu ditingkatkan. Pada
tahun 2010 mencapai 47. 077 ton dan pada tahun 2011 produksi kubis mengalami
menurun menjadi 42. 926 ton. Hal ini diakibatkan adanya serangan hama yang
menyerang tanaman kubis yaitu Plutella xylostella, Crocidolomia binotalis,
Spodoptera litura, Helicoverpa armigera, Hellula undalis, Chrysodeixis
orichalcea, Liriomysa dan Myzus persicae (Asriani dkk., 2013).
Petani pada umumnya
mengatasi serangan hama kubis dengan menggunakan pestisida, bahkan petani
melakukan penyemprotan umumnya sangat berlebihan, dan tidak lagi sesuai aturan.
Pengendalian dengan penggunaan pestisida untuk menekan populasi hama hasilnya
cepat. Tetapi, penggunaan pestisida yang kurang bijaksana dapat menimbulkan
dampak yang tidak diinginkan seperti pencemaran lingkungan, resistansi hama,
dan resurgensi (Sudiarta, 2012). PHT merupakan suatu cara pendekatan atau cara
berpikir tentang pengendalian OPT yang didasarkan pada dasar pertimbangan
ekologi dan efisiensi ekonomi dalam rangka pengelolaan agroekosistem yang
berwawasan lingkungan yang berkelanjutan. Sebagai sasaran teknologi PHT adalah
: 1) produksi pertanian mantap tinggi, 2) Penghasilan dan kesejahteraan petani
meningkat, 3) Populasi OPT dan kerusakan tanaman tetap pada aras secara ekonomi
tidak merugikan dan 4) Pengurangan resiko pencemaran Lingkungan akibat penggunaan
pestisida yang berlebihan (Sunarno, 2011).
Pengendalian hayati
adalah pengendalian serangga hama dengan cara biologi, yaitu dengan
memanfaatkan musuh-musuh alaminya (agen pengendali biologi), seperti predator,
parasit dan patogen. Pengendalian hayati adalah suatu teknik pengelolaan hama
dengan sengaja dengan memanfaatkan/memanipulasikan musuh alami untuk
kepentingan pengendalian, biasanya pengendalian hayati akan dilakukan
perbanyakan musuh alami yang dilakukan dilaboratorium. Sedangkan Pengendalian
alami merupakan Proses pengendalian yang berjalan sendiri tanpa campur tangan manusia,
tidak ada proses perbanyakan musuh alami (Effendi, 2009).
Parasitoid merupakan
serangga yang memarasit serangga atau binatang antropoda lainnya. Parasitoid
bersifat parasit pada fase pradewasa, sedangkan dewasanya hidup bebas dan tidak
terikat pada inangnya. Parasitoid hidup menumpang
di luar atau didalam tubuh inangnya dengan cara menghisap cairan tubuh inangnya
guna memenuhi kebutuhan hidupnya . Umumnya parasitoid menyebabkan kematian pada
inangnya secara perlahan-lahan dan parasitoid dapat menyerang setiap fase hidup
serangga, meskipun serangga dewasa jarang terparasit. Predator merupakan organisme
yang hidup bebas dengan memakan, membunuh atau memangsa serangga lain, ada
beberapa ciri-ciri predator yaitu
Predator dapat memangsa semua tingkat perkembangan mangsanya (telur,
larva, nimfa, pupa dan imago ), Predator membunuh dengan cara memakan atau
menghisap mangsanya dengan cepat, Seekor predator memerlukan dan memakan banyak
mangsa selama hidupnya, Predator membunuh mangsanya untuk dirinya sendiri, Kebanyakan
predator bersifat karnifor, Predator memiliki ukuran tubuh lebih besar dari
pada mangsanya, Dari segi perilaku makannya, ada yang mengunyak semua bagian
tubuh mangsanya, ada menusuk mangsanya dengan mulutnya yang berbentuk seperti
jarum dan menghisap cairanya tubuh mangsanya ( Nurhayati, 2011).
Pengendalian
dengan menggunakan agens hayati merupakan pemanfaatan aksi dari predator,
parasitoid atau patogen di dalam menekan populasi suatu hama. Predator Coccinella sp. merupakan agens hayati potensial
untuk menekan populasi berbagai spesies kutu daun (Aphis spp.). Hingga saat ini populasi
predator Coccinella
di alam masih rendah mungkin disebabkan
karena teknik bercocok tanam yang tidak tepat sehingga perlu dilakukan
perbanyakan predator di laboratorium untuk selanjutnya dilepaskan ke pertanaman
(Agus et
al. 2011).
BAB
3. METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum
Perlindungan Tanaman acara 2 tentang “Pengendalian Hayati” dilakukan tepat pada
hari Jum’at, tanggal 17 Oktober 2014 pukul 14.00 sampai selesai. Bertempat di
Laboratorium Pengendaian Hayati, Jurusan Hama Penyakit Tumbuhan, Program Studi
Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Jember.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
1. Kurungan serangga
2. Pinset
3. Mikroskop
5. Kuas
6. Pipet Ependorf
7. Petridish
3.2.2 Bahan
1. Aphis Sp.
2. Coccinella Sp.
3. NEP
4. Plutella
5. Aquades
6. Kacang Panjang
7. Kubis
3.3 Cara Kerja
3.3.1 Pengendalian Aphis Sp. meenggunakan
1. Memelihara
Aphis Sp. pada tanaman kacang dalam
kurungan serangga. Untuk setiap tanaman
menggunakan Aphis Sp. 5-10 ekor.
2. Memasukkan
Coccinella Sp. dewasa ke dalam
kurungan yang berisi tanaman dan Aphis Sp.
tersebut pada butir (1).
3. Mengamati dan menghitung jumlah Aphis Sp. yang dimakan atau dimangsa
oleh Coccinella Sp. selama 2 jam.
4. Menentukan efektivitas memangsa
predator Coccinella Sp. dengan
menentukan presentase kematian Aphis Sp.
3.3 Pengendalian Plutella
menggunakan NEP untuk mengendalikan Crocks/ Plutella
1. Memasukkan plutella ke daam
petridish yang sudah dilapisi kertas filter
2. Menginokulasi 1ml mematoda
terhadap ulat menggunakan pipet ependorf dan meneteskan pada mangsa.
3. Menutup petridish dan
membiarkannya selama 48 jam.
4. Mengamati Crocks/ Plutella yang
masih hidup dan sudah mati . Kemudian menghitung mortalitas dari Crocks/ Plutella.
BAB
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Tabel 4.1 Pengamatan mortalitas antara
ulat Plutella xylostella dan NEP
Kelompok Ulangan
|
% Mortalitas
|
|
24 Jam
|
48 Jam
|
|
1
|
9/10 x 100% = 90%
|
9/10
x 100% = 90%
|
2
|
0/10 x 100% = 0%
|
7/10
x 100% = 70%
|
3
|
1/10 x 100% = 10%
|
9/10
x 100% = 90%
|
4
|
4/10 x 100% = 40%
|
10/10
x 100% = 100%
|
5
|
3/10 x 100% = 30%
|
6/10
x 100% = 60%
|
6
|
2/10 x 100% = 20%
|
6/10
x 100% = 60%
|
7
|
0/10 x 100% = 0%
|
9/10
x 100% = 90%
|
Tabel 4.2 Pengamatan mortalitas antara
apis dan kumbang
Kelompok Ulangan
|
% Mortalitas
|
|
24 Jam
|
48 Jam
|
|
1
|
10/10 x 100% = 100%
|
10/10
x 100% = 100%
|
2
|
10/10 x 100% = 100%
|
10/10
x 100% = 100%
|
3
|
10/10 x 100% = 100%
|
10/10
x 100% = 100%
|
4
|
10/10 x 100% = 100%
|
10/10
x 100% = 100%
|
5
|
2/10 x 100% = 20%
|
5/10
x 100% = 50%
|
6
|
10/10 x 100% = 100%
|
10/10
x 100% = 100%
|
7
|
8/10 x 100% = 80%
|
9/10
x 100% = 90%
|
4.2
Pembahasan
Konsep PHT
(Pengendalian Hama Terpadu) merupakan kosep yang digunakan oleh petani saat ini
untuk mengatasi serangan OPT (Organisme Pengganggu Tanaman). Konsep PHT ini
muncul sejalan dengan adanya resistensi dan resurgensi terhadap hama yang
menyerang tanaman akibat penggunaan pestisida kimia yang juga berdampak buruk
terhadap lingkungan dan kesehatan. Pengendalian hama secara umum menggunakan
konsep PHT tersebut. Konsep pengendalian hama terpadu meliputi pengendalian
hama dalam bercocok tanam, penggunaan varietas tahan hama OPT, pengendalian
secara mekanik, pengendalian secara fisik, pengendalian hayati, pengendalian
nabati, dan pengendalian pestisida secara selektif.
Pengendalin hayati
merupakan salah satu konsep pengendalian hama terpadu dengan menggunakan agen
hayati atau musuh alami dari hama tersebut. Pengendalian hayati merupakan teknik
pengendalian yang berbasis ramah lingkungan karena menggunakan musuh alami
seperti patogen, parasitoid dan predator dimana prinsip kerja dari pengendalian
hayati ini adalah pengendalian hama serangga secara biologi. Predator merupakan
organisme yang hidup bebas dengan memakan, membunuh atau memangsa serangga
lain. Patogen adalah golongan mikroorganisme atau jasad renik yang menyebabkan
serangga sakit dan akhirnya mati. Mikroorganisme yang dapat menjadi patogen
adalah virus, bakteri, protozoa, jamur, riketzia dan nematoda.
Nematoda Endoparasit
(NEP) dapat dimanfaatkan sebagai pengendalian hayati karena nematoda
endoparasit ini mempunyai kemampuan menyerang hama atau serangga dengan cara
berkembang didalam tubuh inang dan sebagian besar dari fase hidupnya ada
didalam tubuh inangnya. Pada tubuh inangnya tersebut NEP menghisap cairan tubuh
inangnya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hubungan nematoda endoparasit (NEP)
dengan hama yaitu bersifat parasitoid. Sifat dari parasitoid yaitu menyedot
energi dan memakan selagi inangnya masih hidup dan membunuh atau melumpuhkan inangnya
untuk kepentingan keturunanya. Faktor-faktor yang mendukung efektifitas pengendalian
hama oleh parasitoid adalah: Daya kelangsungan hidup (Survival) yang baik, Hanya
satu atau sedikit individu inang diperlukan untuk melengkapi daur hidupnya,
Populasi parasitoid dapat tetap bertahan meskipun pada aras populasi inang
rendah, Sebagian parasitoid monofag, atau oligofag sehingga memiliki kisaran
inang sempit. Sifat ini menyebabkan populasi parasitoid memiliki respon numerik
yang baik terhadap perubahan populasi inangnya.
Predator merupakan
binatang atau serangga yang memangsa atau memakan serangga yang bersifat
merugikan pada tanaman. Ukuran predator biasanya lebih besar dari pada mangsanya.
Predator merupakan organisme yang hidup bebas dengan memakan, membunuh atau
memangsa serangga lain. Adanya hama pada suatu tanaman selau diikuti dengan
adanya pertumbuhan musuh alami yang selalu mengikuti laju pertumbuhan hama
dalam suatu ekosistem tertentu. Namun, adanya predator sebagai musuh alami hama
ini juga didukung dengan adanya kondisi lingkungan yang mendukung pertumbuhan
musuh alami karena apabila kondisi lingkungan tidak mendukung untuk
berkembangnya musuh alami maka musuh alami dalam suatu ekosistem tertentu akan
punah sehingga hama akan berkembang menjadi banyak dan merugikan petani.
Interaksi antara predator dan mangsa terjadi secara alami dalam suatu
ekosistem.
Berdasarkan hasil
praktikum perlindungan tanaman acara pengendalian hayati dengan menggunakan
agen hayati berupa predator dan parasitoid. Pada predator menggunakan interaksi
antara kumbang dengan kutu daun (Aphid sp.) sedangkan, interaksi
parasitoid menggunakan NEP (Nematoda Endoparasit) dengan ulat Plutella xylostella yang masing-masing
interaksi diletakkan pada 2 petridish. Petridish pertama berisi 10 kutu daun
dan 1 kumbang. Pada petridish kedua berisi 10 ulat Plutella xylostella dan 5
ml cairan NEP. Pengamatan dilakukan dengan perlakuan 24 jam dan 48 jam. Interaksi
antara NEP dengan Plutella merupakan
interaksi parasitoid dimana nematoda masuk kedalam tubuh inangnya atau pada
tubuh ulat Plutella tersebut sehingga
mengakibatkan ulat mati. Berdasarkan hasil pengamatan perlakuan pertama 24 jam
persentase mortalitas tertinggi terjadi pada kelompok ulangan 1 sebesar
90%. Artinya, ulat yang diserang
nematoda parasit mati sebanyak 90%. Pada perlakuan 48 jam persentase mortalitas
tertinggi terjadi pada kelompok ulangan ke 4 dengan persentase mortalitas
sebesar 100%. Sedangkan pada interaksi antara kumbang dengan kutu daun hampir
semua kelompok ulangan mempunyai persentase mortalitas sebesar 100% baik pada
perlakuan 24 jam maupun pada perlakuan 48 jam. Interaksi antara kutu daun dan
kumbang ini merupakan interaksi predator, dimana kumbang bertindak sebagai
predator sedangkan kutu daun berindak sebagai mangsanya.
BAB
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
1. Konsep
PHT (Pengendalian Hama Terpadu) merupakan kosep yang digunakan oleh petani saat
ini untuk mengatasi serangan OPT (Organisme Pengganggu Tanaman).
2. Pengendalin hayati merupakan salah satu konsep
pengendalian hama terpadu dengan menggunakan agen hayati atau musuh alami dari
hama tersebut.
3. Nematoda
Endoparasit (NEP) dapat dimanfaatkan sebagai pengendalian hayati karena
nematoda endoparasit ini mempunyai kemampuan menyerang hama atau serangga
dengan cara berkembang didalam tubuh inang dan sebagian besar dari fase hidupnya
ada didalam tubuh inangnya.
4. Predator merupakan binatang atau serangga yang
memangsa atau memakan serangga yang bersifat merugikan pada tanaman.
5. Berdasarkan hasil praktikum perlindungan tanaman
acara pengendalian hayati dengan menggunakan agen hayati berupa predator dan
parasitoid.
5.2
Saran
Sebaiknya pada saat
praktikum praktikan lebih mendengarkn apa yang disampaikan oleh dosen sehingga
pada saat praktikum berlangsung paraktikan tidak kebingungan tentang
tahapan-tahapan yang harus dilakukan pada saat praktikum dimulai sehingga
praktikum dapat berjalan secara efektif.
DAFTAR
PUSTAKA
Agus,
Nurariaty., T. Abdullah., dan S. N. A. Ngatimin. 2011. Kemampuan Makan Predator
Coccinella sp. (Coleoptera: Coccinellidae) pada Makanan Buatan. Fitomedika, 7(3): 191-194.
Asriani,
Ni W., I. G. N. Bagus., dan N. N. Darmiati. 2013. Keragaman dan Kepadatan
Populasi Predator yang Berasosiasi dengan Hama Penting pada Tanaman Kubis
(Brassica oleracea L.). Agroekoteknologi
Tropika, 2(3): 155-164.
Effendi,
Baehaki S. 2009. Strategi Pengendalian Hama Terpadu Tanaman Padi Dalam
Perspektif Praktek Pertanian Yang Baik (Good Agricultural Practices). Pengembangan Inovasi Pertanian, 2(1):
68-78.
Nurhayati.
2011. Penggunaan Jamur Dan Bakteri Dalam Pengendalian Penyakittanaman Secara
Hayati Yang Ramah Lingkungan. Prosiding
Semirata, 1(1): 316-321.
Sudiarta,
Putu dan K. A Yuliadhi. 2012. Struktur Komunitas Hama Pemakan Daun Kubis dan
Investigasi Musuh Alaminya. Agrotrop,
2(2): 191-196.
Sunarno.
2011. Pengendalian Hayati ( Biologi
Control ) Sebagai Salah Satu Komponen Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Dirjen
Perlindungan Tanaman. Jakarta.
Komentar
Posting Komentar